LALILULELO, Efek Jangka Panjang Penyitas Covid-19

Kesehatan1082 Views

KaribKerabat.com – Walaupun telah sembuh, mereka yang pernah terpapar Covid-19 terkadang memiliki gejala lanjutan atau dikenal sebagai long Covid. Gejala long Covid pun beragam, dan dapat hilang dengan sendirinya.

Umumnya, gejala long Covid adalah anosmia, pusing hingga batuk-batuk. Namun dalam sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa long Covid juga dapat memengaruhi kinerja otak seseorang.

“Penurunan fungsi kognitif yang gejalanya mencakup lupa hingga pikiran melambat atau lemot bisa dialami mereka yang sembuh dari Covid-19, “ ujar Dokter spesialis saraf di Rumah Sakit Universitas Indonesia, dr. Pukovisa Prawirohardjo, Sp.S(K)

Segera ke dokter jika mengalami salah satu gejala penurunan gejala kognitif LALILULELO.

Lebih rinci terhadap gejala penurunan fungsi kognitif ini yaitu “LALILULELO” yang merupakan kepanjangan dari Labil emosi atau pendiriannya, Linglung, Lupa, Lemot atau pikiran melamban, dan Logika berpikir menurun.

“Terdapat gejala dini pikun atau demensia yang disingkat LALILULELO. Bila menemukan 1 dari 5 gejala ini, segera lakukan pemeriksaan ke dokter,” ujar Pukovisa di siaran pers RSUI.

Di studi yang dipresentasikan dalam Konferensi Internasional Asosiasi Alzheimer atau Alzheimer’s Association International Conference pada 29 Juli 2021 di Denver, Colorado menemukan, banyak penyintas Covid-19 mengalami “kabut otak” dan gangguan kognitif lainnya beberapa bulan setelah pemulihan.

Dalam studi itu, sejumlah peneliti University of Texas Health Science Center di San Antonio Long School of Medicine dan kolega mereka mempelajari kognisi dan indra penciuman di hampir 300 orang dewasa di Argentina yang mengalami Covid-19.

Selalu kenakan masker meskipun telah di vaksin

Mereka mempelajari para partisipan antara 3 dan 6 bulan setelah infeksi Covid-19.

Hasilnya, lebih dari separuh menunjukkan masalah terus-menerus lupa. Temuan ini menambah deretan hasil studi terkait gejala long Covid-19 seperti bingung, lupa dan dan tanda-tanda hilangnya ingatan yang mengkhawatirkan lainnya.

Sebelumnya, sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal EClinicalMedicine The Lancet pada 22 Juli lalu menunjukkan, penyintas Covid-19 termasuk mereka yang tidak lagi melaporkan gejala memperlihatkan defisit kognitif signifikan. Kondisi ini dialami baik oleh mereka yang dulu dirawat di rumah sakit maupun yang tidak.

Menurut beberapa penelitian, infeksi virus corona tidak hanya menyerang saluran pernapasan, tapi juga dapat berdampak negatif terhadap saraf dan otak.

Penelitian di Meksiko menunjukkan dari 370 pasien yang dirawat, sekitar 20% mengalami gejala neurologis seperti sakit kepala, anosmia, ageusia dan gangguan neurologis lainnya.

Selain itu, penelitian dari Oxford memperlihatkan, dari 236.379 pasien yang didiagnosis Covid-19, sebanyak 33,62 persen-nya mengalami gangguan neurologis dan psikiatris dalam 6 bulan sesudahnya.

“Secara khusus pada saraf, virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 bisa mengenai daerah itu secara langsung dan tak langsung” ungkap dokter spesialis saraf sekaligus Kepala Instalasi Gawat Darurat RSUI, dr. Ramdinal Aviesena Zairinal, Sp.S.

“Secara langsung yaitu virus yang berada pada ujung-ujung saraf, misalnya saraf pada hidung, lidah, paru-paru, usus, lalu ke otak.

Pada jalur yang tidak langsung, saraf bisa terkena akibat respon tubuh melawan virus, virus di dalam pembuluh darah dan beredar ke seluruh tubuh dan bisa masuk ke otak,” ujar Ramdinal.

Di kondisi awal, gangguan saraf bisa berupa sakit kepala, gangguan penciuman dan pengecapan. Sementara saat kondisi lanjut, gangguan saraf bisa berupa stroke, penurunan kesadaran dan kejang.

Oleh sebab itu, menurut Ramdinal, pasien perlu segera memeriksakan diri ke dokter guna mencegah komplikasi yang lebih parah.